My Trip

Jumat, 17 Juni 2011

untuk sahabatku

       Pasrah dengan mendengar kata Ujian final , saya merasa belum siap tapi Alhamdulillah hari pertama terlewatkan dengan lancar . Tapi pas saat belajar tetap aja tidak semangat,tetap pesimis cuma hanya memmikirkan semua sahabat saya, karena biasa apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering memberikan beberapa cobaan.
Bahkan materi yang saya pegang bukan kusut karena dibaca tapi kusut karena digulung-gulung hehehe , tapi semuanya itu tetap saya memiliki niat untuk belajar. Setelah satu lembar telah ku baca tiba-tiba hape saya bunyi sms dari sahabatku yaaa dengan nada Standar tik-tik-tik-tik haa gitu dech , isi sms itu di dalamnya kata’’ yang membuat saya akan lebih semangat lagi untuk menjalani hidup ini .
Pada saat itu saya mencoba sms dia kembali dan menanyakan Motto hidupnya ,dan seterusnya saya mencoba ke semua sahabat- sahabat saya yang ada di dalam kontak hape saya , saya sms menayakan MOTTO hidupnya dengan alasan pengen juga mendapat semangat dari kata-kata sahabat-sahabatku begitulah asal mulanya saya smski semua
Dan alasan SMSnya Alhamdulillah luar biasa. balasannya
Saya akan tuliskan mulai:

Sahabat’’q waktu SD ,Madrasah Tsanawiyyah n MAN Marioriawa
Zhamsiah@> Selalu belajar menjadi baik untuk jadi yang terbaik
Nurhidayah@> lakukan saja yang terbaik untuk mendapatkan yang terbaik
Hj Erickha@> Hidup untuk berjuang untuk mendapatkan kesuksesan
Faried@> Yakinkan hidup ini ga ada yang nggak mungkin ,selama kita berusaha semua pasti bisa dan jangan takut bermimpi.
Ridha@> Hidup Cuma sekali maka pergunakanlah hidupmu sebaik-baiknya
K’ Vyrha@> Maju terus pantang mundur
Rudhi@> nda ada nomorta aktif
Heril @> nda aktif nomorta juga
Ulfach@> One by One lebih baik membangundaripada merampas
@>Rahmat,,Iqbal,Bir,Jhuned, ,Zharti,Bhayu, dll semuyanya orang sibuuk heheeh saya tunggu nacHH,,

Sahabat yang mana lagi??? , sahabat @ kampong aja, Soppeng gitu
Hamim@> pesannya tak tahu bede dengan Motto tapi pada prinsipnya jika berhadapan suatu hal teringat Man jadda wajadah ( Bagi yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan) mantap
Syafiullah ( Bogar Acunk)@ Taro ada taro gau
NH. Nana 09@> Jadilah dirimu sendiri dan Shalatlah sebelum engkau di Shalati
NH.Bulan 10@> Hidup adalah emas, jadi kuakan berusaha untuk selalu meraih emas i tu, walaupun berat itulah hidup ini.
Ekha Septiani@> Hiduup saja terus yang penting happy
NH. A.Waliana 09 @> Hidup adalah perjuangan tanpa henti
Ani Akbid Soppeng@> Jadi diri sendiri n ga’ usah pamer
Imach @> Jangan pernah berhenti bermimpi karena mimpi itu adalah penyemangat
K’ Rhufi@> Ora et labora


@Teman kelas A2 Stikes NH_M : { NEONATUS 2008}
NH Rahma Rahman@> Tak perlu sukses untuk menjadi orang sukses
NH Mayke @> Jangan pernah takut gagal, hidup hanya sekali maka berjuanglah untuk hidupmu….. yakinkan hati, kita pasti bias semangat !!!.
NH Tamsil @> bencilah yang namanya kelemahan
NH Matrix @> jangan pernah berfikir lama demi perubahan yang lebih baik
NH Melti @> Melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan sesama mengenal dirisendiri, membuat kita berlutut dan rendah hati, sekali berarti sudah itu mati
NH Bunga@> Tidak ada kata terlambat dalam merubah sesuatu selama itu masih dalam hal positif serta dibawah naungan Sang Ilahi.
NH Sustriani @> Waktu tak akan berulang, jadi lakukan apa yang kamu ingin lakukan selama itu kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.
NH Nurul@> Be your self
NH Mawaddah@>Hidup seperti mendaki, kadang bertemu dengan pemandangan yang indah n kadang juga bertemu dengan jurang yang dalam.
NH Wiwiek HIdayati@> Where there’S a Wll, There’S a Way ( dimana ada kemauan disitu ada jalan)
Ikhsan ,faizal,putu,muhlis dll saya tunggu jawabannya
NH Muliadi@>Sebuah motivasi dari individu menanamkan di dalam jiwahnya yang diiringi dengan kemauan dan ketulusan individu terhadap dirinya dan Agamanya yang memiliki kepribadian yang mandiri.
NH Chua untukk Chua makasih jawabannya melaului telfon heheh@> Jadilah diri sendiri, dan selalu melihat ke depan
NH popi @> Jangan takut untuk mencoba hal yang baru karena kamu ga’ bisa mengetahui kemampuanmu sebelum kau melakukannya dan lakukanlah hal menurut kamu baik selama itu tidak merugikan orang lain karena aku yakin kita pasti bisa melakukannya,,,,, semangatko saudara
NH Sukmawati Kasum@> Work hard toward your goals
NH Susilwati(Uchi) @> Hidup muliah atau mati di jalan Allah
NH Vivi@> Do the best n never give up
NH Mhesta@> karena hidup hanya sekali maka gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk melakukan hal yang berguna serta memberikan yang terbaik untuk sesama dan Tuhan
NH. Yuyun@>Berbuat semaksimal mungkin.. pantang menyerah sebelum mencoba. Dan enjoi my life dengan tetap mensyukuri semuanya

@Sahabat di kelas A1 08 Stikes NH_M : { NEONATUS 2008}
NH.Jikrun Jaata@> Jalanilah hidup ini dengan sabar dan Shalat guna kebahagiaan dunia dan akhirat
NH lilia @>Bukan motto tapi Cuma pemahaman saja @> orang yang besar tidak hanya mengukir sejarah , tapi orang yag besar harus belajar dan mengilhami sejarah yang ada
Liznha, Kkiki Amalia, n Intan @> sibuuuk iyyya ibu nda ada balasannya
NH.Irma astria@> Bagaimanapun kerasnya….usahakan akan tetap tersenyum
NH. Jumrani Ramli@> Never ever say never
NH. Arman Delubis/ satu kamarQyu@> Semangat
NH Ismail , meski tak q sms tapi pasti @> Semangat
NH. Ismud @> ada apa yach tak balas inimi q maksud kemarin lewat sms

@Saudari-saudariku @
Derzqi Arizandhie @> Semua akan indah pada waktunya
Andi Eva@> Sabar,sabar, dan sabar.
Q Ayhu@> Jangan menyerah sebelum mencoba
Q Jumriani@> Semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah
Tiwhi@> jadilah diri sendiri karena jika jadi orang lain kita tidak bisa hidup sempurna
K’ Chana@> hadapi semua dengan senyuman
3 ummiyati usman@> Simple life, simple problem
Nuraeni @> aku hanya bisa menjalani apa yang telah ada

@Sahabat di BEM :
K’ Wahyuni bakhtiar @> Hadapi hidup dengan doa dan senyuman
K’ Achi@> dengan jwaban Sms sederhan aja , Allah member<> apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan
K’ Nurwahidah@> Hidup mulia atau mati Syahid
Villy @ >Hidup adalah perjuangan,tidak adanya perjuanagan habislah hidupku
Qadafhi@> Hidup adalah pilihan, dibalik pilihan itu adalah takdir
Indah@> Kebahagiaan dan kepercayaan adalah hal yang terindah dalam hidup ini, jadi membahagiakan dan menjaga kepercayaan adalah hal yang harus dijaga seumur hidup
Wahyuni @> Non Scholae sed vitae dismus ( kita belajar bukan untuk salah tetapi untuk hidup)
Syarlin@> Menjadi diri pribadi sendiri menuju kesuksesan menjadi seorang pemimpin
Tajmah@> Berhenti atau mundur berarti hancur
Suherianto@> Hidup adalah perjuangan, railah cita’’mu setinggi langit selagi kau diberi kesempatan hidup.

@@@@@(So SweetQyu)@@@@@
Elha@> Jangan perna menyerah untuk melakukan yang terbaik , karena dimana ada kemauan Insya allah disitu aka nada jalan
Niar@> Kebahagiaanku yang sempurna adalah senyuman kedua orang tuaku
Sizka@> Tetap semangat, mampu menyelasaikan masalah diri sendiri dan kerja keras intinya Yang terbaik sich maunya.
Maryam @> Tak ada balasan z tunggu nach


SahabatQ @ Zigot 2010 Nessami Nakke :
Emmy kalsum Novelia@ > Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Fatmawati @> Keberhasilan bukan diawalai dengan ambisi tetapi harus diawali dengan kerendahan hati
Itha Yunitha@> Maju terus meraih mimpi menyambut ridho Illahi
Andi Ayyub@> Jalan hidup ini adalah teka-teki, setiap masalah pasti ada jawabannya. Jangan pernah ragu dan putus asa karena itu adalah titik terlemah dalam perjuangan
Lenhi @> Never put off till tomorrow what we can do today ( tidak ada cita’’ yang mulia selain menjadi wanita yang saleha dan menjadi istri yang berbakti kepada suami serta bermanfaat u/ orang banyak.
Basri ,10@> Senyum adalah dokter terbaik untuk merawat kegagalan
Barri Aziz betan@> berpegang teguhlahpada sebuah perinsip yang anda buat, itu adalah tujuan yang akan anda lakukan dimasa yang akan datang


@@@@@Shabatku n adekku di @ Sulawesi Tengah @@@@@
Candy@> iyyya saya tunggu kak
Nani @> Berusaha mencapai apa yang saya inginkan untuk meraih kesuksesan, bekerja keras dan pantang menyerah dalam berusaha.
Yhuni@> hmhmhhmhm tumben nda dibalas enduut.
Irwan aryha riyanto@> saya tunggu nach balasannya.
Maryam Puspita@> ada apa dengan si ganteng???
Makasihhhh
Buat sahabatku semua baik yang sempat balas sms, maupun tidak dan yang sahabatku yang sempat membaca Makasih semuanya yach q sayang semua sahabatku.
Jadi Dapat kusimpulkan
Luaaar biassa….. Teman-teman mengenal kita. Dalam suka nan duka , kita mengenal teman-teman kita. Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda??. Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai?? Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satupun yang dapat anda berikan??. Merekalah sahabat-sahabat anda”




Makasiiiiiih
»»  ReadMore...

Senin, 13 Juni 2011

materi kep anak II

KONSEP MEDIS

A.PENGERTIAN
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M Sacharin, 1996)
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998).
B. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui. Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap 4 minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab : kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat ; mengonsumsi klomifen dan asam valproat ; dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan bahwa hampir 50 % defek tuba neural dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, temasuk asam folat.
Adapun pendapat lain mengenai penyebab spina bifida :
1.Kekurangan folic acid (Vitamin B)
Folic acid (vit. B) dipercaya berperan mambantu tabung urat syaraf tulang belakang tertutup dengan sempurna. Sehingga kekurangan folic acid pada si ibu, akan menyebabkan penutupan tersebut tidak sempurna. Folic acid dapat diperoleh dari multivitamin, sereal, sayuran hijau seperti brokoli dan bayam serta buah-buahan.
2.Faktor genetika dan lingkungan
Selain hal itu para ilmuwan juga percaya bahwa sb diakibatkan oleh faktor genetika dan lingkungan. Tetapi perlu pula diketahui bahwa 95% anak sb lahir dari orang tua yang tidak memiliki sejarah kelainan itu sendiri. Dengan kemungkinan sebagai berikut: bila dalam satu keluarga terdapat satu anak SB maka kemungkinan hal itu terulang adalah 1: 40, sedangkan bila dalam satu keluarga terdapat dua anak SB maka kemungkinanya adalah 1: 20. Bahkan di AS ditemukan bahwa setiap 1000 kelahiran terdapat satu anak SB dengan jumlah bayi perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Dan lebih sedikit dialami oleh keluarga afro amerika dibandingkan dengan kelurga berkulit putih. (http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html)
C.KLASIFIKASI
a.Spina bifida okulta.
Kegagalan penyatuan arkur vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi medulla spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal, kadang merupakan penemuan sinar x kebetulan yang tidak bermakna. Sering terdapat nervus kapiler, seberkas rambut, atau lipoma superficial terhadap lesi ini, yang menunjukkan kehadirannya. Spina bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan.
b.Spina bifida kistika.
Bentuk cacad tabung saraf, tempat kantong selaput otak menonjol melalui lubang. Kulit di atas pembengkakan biasanya tipis dan masa ini bertransiluminasi. Tekanan pada kantong menyebabkan fontanella menonjol.
c. Meningokel.
Penonjolan yang terdiri dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS), penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologik dan medula spinalis tidak terkena.
d.Mielomeningokel.
Protrusi hernia dari kista meninges seperti kantong cairan spinal dan sebagian dari medulla spinalis dengan syarafnya keluar melalui defek tulang pada kolumna vertebralis. ( Pincus.Catzel,1994)
D.MANIFESTASI KLINIK
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
1.Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
2.Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3.Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4.Penurunan sensasi
5.inkontinensia uri maupun inkontinensia tinja
6.Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
7.Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
8. Lekukan pada daerah sakrum.(http:// www.medicasatore.com)
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena.
a)Kelainan motoris, sensoris, refleks, dan sfingter dapat terjadi dengan derajat keparahan yang bervariasi.
b)Paralisis flaksid pada tungkai ; hilangnya sensasi dan refleks.
c)Hidrosefalus
d)Skoliosis
e)Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak efektif. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
E.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari spina bifida mudah dipahami ketika dihubungkan dengan langkah-langkah perkembangan yang normal dari sistem saraf. Pada kira-kira 20 hari dari kehamilan tekanan ditentukan alur neural. Penampakan pada dorsal ectoderm dan embrio. Selama kehamilan minggu ke 4 alur tampak memperdalam dengan cepat, sehingga meninggalkan batas-batas yang berkembang ke samping kemudian sumbu di belakang membentuk tabung neural. Formasi tabung neural dimulai pada daerah servikal dekat pusat dari embrio dan maju pada direction caudally dan cephalically sampai akhir dari minggu ke 4 kehamilan, pada bagian depan dan belakang neuropores tertutup. Kerusakan yang utama pada kelainan tabung neural dapat dikarenakan penutupan tabung neural.
Pada kehamilan minggu ke 16 dan 18 terbentuk serum alfa fetoprotein (AFP) sehingga pada kehamilan tersebut terjadi peningkatan AFP dalam cairan cerebro spinalis. Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan kebocoran cairan cerebro spinal ke dalam cairan amnion, kemudian cairan AFP bercampur dengan cairan amnion membentuk alfa-1-globulin yang mempengaruhi proses pembelahan sel menjadi tidak sempurna. Karenanya defek penutupan kanalis vertebralis tidak sempurna yang menyebabkan kegagalan fusi congenital pada lipatan dorsal yang biasa terjadi pada defek tabung saraf dan eksoftalmus.

PENYIMPANGAN KDM
Multifaktor (Idiopatik, genetik, dll)
Vertebra gagal menutup/gagal terbentuk secara utuh
Penonjolan dari korda spinalis dan akar saraf

Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
Ketidakmampuan
mengontrol pola berkemih

Inkontinensia Urin
Orang tua cemas Kelumpuhan/kelemahan

Kurang terpajan informasi pada ekstremitas bawah

Kurang Pengetahuan Immobilisasi

Resiko Kerusakan Integritas kulit
F.KOMPLIKASI
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1.Paralisis cerebri
2.Retardasi mental
3.Atrofi optic
4.Epilepsi
5.Osteo porosis
6.Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7.Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit. (Cecily L Betz dan Linda
A Sowden, 2002).
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrocefalus karena malformasi Arnold-chiari lazim ditemukan.
G.PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada derajat defisit motorik yang ditemukan sejak lahir, juga keterlibatan persarafaan kandung kemih, serta adanya anomali otot penyerta. Pada bayi dengan paralisis tungkai total dan kandungb kemih, prognosis buruk kendati pun dengan perawatan medis optimal. Sebagian besar meninggal pada awal masa kanak-kanak akibat komplikasi terapi hidrosefalus atau akibat gagal ginjal kronis.Sisanya dengan keterbatasan yang berat karena ketidakmampuan motorik dan 50 % dengan retardasi mental. Hidrosefalus lanjut pada saat lahir juga berprognosis buruk. Jika tidak dioperasi lebih dari 90 % penderita bayi meninggal pada tahun pertama.
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan diagnostik : kajian foto toraks, USG, pemindaian CT, MRI, amniosentesis.
2.Tes periode antenatal : fetoprotein alfa serum antara kehamilan 16 – 18 minggu, Usg fetus, amniosentesis jika hasil uji lainnya tidak meyakinkan.
3.Uji prabedah rutin : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, pembiakan dan sensitivitas, golongan dan pencocokan silang darah, pemeriksaan foto toraks.(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Pemeriksaan penunjang pada spina bifida dilakukan pada saat janin masih di dalam kandungan maupun setelah bayi lahir,
1.Pemeriksaan pada waktu janin masih di dalam kandungan
a.Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya.
b.Fetoprotein alfa serum, 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
c.Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
2.Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:a. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.b. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebrac. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. (http:// www.medicasatore.com)
I.PENATALAKSANAAN
1.Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh. Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan
a.Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b.Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c.Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)
2.Penatalaksanaan Keperawatan
a.Perawatan pra-bedah
•Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf yang terpapar menjadi kering.
•Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
•Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
•Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
b.Perawatan pasca bedah
•Perawatan pasca bedah neonatus umum
•Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
•Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga jahitan diangkat 10 – 12 hari setelah pembedahan.
•Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
•Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong
•Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai. (Rosa.M.Sacharin,1996).

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
• Identitas/ Biodata
a) Identitas klien
b) Identitas Penanggung
• Riwayat Kesehatan Saat Ini
a) Keluhan utama
b) Riwayat keluhan utama
• Riwayat Kesehatan Masa Lalu
• Riwayat Kesehatan Keluarga
• Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
 Aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
Gejala : dislokasi pinggul.
 Sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin atau sianosis.
 Eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
 Nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
 Neuromuskuler
Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan refleks asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah.
 Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
 Kenyamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi.
• Pengelompokan Data
Data Subyektif Data Obyektif
•Orang tua klien mengungkapkan rasa cemas
•Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam jumlah besar
•Orang tua klien mengungkapkan bahwa anak tidak dapat menggerakkan kakinya. •Enuresis
•Diurnal
•Nokturnal
•Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
•Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya
•Orang tua tampak gelisah
•Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah klien

•Analisa Data
NoSymptom Etiologi Problem
1DS :
•Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam jumlah besar
DO :
•Enuresis
•Diurnal
•Nokturnal Penonjolan dari korda spinalis dan akar saraf

Penurunan /gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi

Ketidakmampuan mengontrol pola berkemih

Inkontinensia Urin Inkontinensia Urin
2 DS :
•Orang tua klien mengungkapkan rasa cemas
DO :
•Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
•Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya
•Orang tua tampak gelisah
Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi

Orang tua cemas

Kurang terpajan informasi

Kurang Pengetahuan

Kurang Pengetahuan
3 DS :
•Orang tua klien mengungkapkan bahwa anak tidak dapat menggerakkan kakinya.
DO :
•Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah klien Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi

Kelumpuhan/kelemahan pada ekstremitas bawah

Imobilisasi

Resiko Kerusakan Integritas Kulit Resiko Kerusakan Integritas Kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemih.
2.Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan informasi
3.Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
C.INTEVENSI
Diagnosa
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1.Inkontinensia urin dan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemih Inkontinensia urin dapat berkurang / teratasi dengan kriteria:
•Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/
tidak ada
•Klien berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normal
1.Kaji pola berkemih dan tingkat inkontinensia klien
2Berikan perawatan pada kulit klien yang basah karena urin (dilap dengan air hangat kemudian dilap kering)
3.Anjurkan ibu klien untuk sering memeriksa popok klien, jika basah segera diganti.

4.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat (misalnya: Antikolinergi) 1.Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya.

2.Perawatan yang baik dapat mencegah iritasi pada kulit klien.

3.Popok yang selalu basah dapat menimbulkan
iritasi dan lecet pada kulit.
4.Obat antikolinergik diperlukan untuk menghilangkan kontraksi kandung kemih tak terhambat

2.Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan informasi Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya,dengan kriteria:
•Orang tua klien tampak tenang
•Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya
1.Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya
2.Berikan kesempatan kepada orang tua klien untuk bertanya.

3.Jelaskan dengan baik kepada orang tua tentang proses penyakit dan prosedur penanganannya
4.Berikan dukungan positif kepada orang tua klien tua untuk menerima penyakit anaknya dan membantu proses perawatan. 1. Sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

2.Memberikan jalan untuk mengekspresikan perasaannya dan mengetahui pemahaman orang tua klien tentang penyakit anaknya
3.Menigkatkan pemahaman orang tua klien tentang penyakitnya anaknya.
4.Dukungan yang positif dapat memberikan semangat kepada orang
3.Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria:
•Kulit tampak halus dan lembut
•Tidak ada iritasi/lecet, dekubitus
1. Kaji tingkat keterbatasan gerak (immobilisasi) klien
2. Rubah posisi klien setiap dua jam.
3. Jaga pakaian dan linen tetap kering.
4. Ajarkan pada orang tua klien untuk memassage daerah yang tertekan, gunakan lotion
1. Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan terjadinya dekubitus
3. Pakaian dan linen yang basah dapat mengiritasi kulit.4. Memperlancar peredaran darah, meningkatkan relaksasi dan mencegah iritasi

D.EVALUASI
1.Berkurangnya/ teratasinya inkontinensia urin
2.Orang tua klien memahami proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya
3.Kerusakan integritas kulit tidak terjadi





















DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Markum A.H.2002Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC,.
Media Aesculapius.2000.. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Jakarta: MA,
Rendle, John Dkk. 2003. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara:
Jakarta
Sacharin, Rosa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin.
Jakarta: EGC.
Whaley’s and Wong. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4. Jakarta : EGC,
2003.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta:
EGC.
(http:// www.medicasatore.com)
(http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html
»»  ReadMore...

Makalah diskusi kep Anak II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan, yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat.
Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum.
B. INSIDENSI
Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda yaitu: 1,3 per 1000 kelahiran di Denmark (Erik Hansen); 5 per 1.000 anak di Amerika Serikat (Gilroy), dan 7 per 100.000 kelahiran di Amerika (Phelps); 6 per 1.000 kelahiran hidup di Amerika (Ingram, 1955 dan Kurland,1957). Di Indonesia, belum ada data mengenai insidensi CP. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun.
Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.
C. ETIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan group penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit
Di USA, sekitar 10 – 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan CP pada umulnnya secara kronologis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
 Prenatal :
• gangguan pertumbuhan otak
• penyakit metabolisme
• penyakit plasenta
• penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan radiasi
 Natal :
• partus lama
• trauma kelahiran dengan perdarahan subdural
• prematuritas
• penumbungan atau lilitan talipusat
• atelektasis yang menetap
• aspirasi isi lambung dan usus
• sedasi berat pada ibu
 Post natal :
• penyakit infeksi : ensefalitis
• lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak
• hiperbilirubinemia/kernikterus
• gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak
D. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen.
3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <>
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir.
E. NEUROFISIOLOGIK DAN PATOLOGIK
Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat dan lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron, kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute neuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih berat, terjadi kerusakan baik pada neuron maupun neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah dengan perlunakan, penyembuhan yang lambat, atrofi dan pembentukan jaringan parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang paling berat terjadi pada bagian SSP yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks serebri, agak kurang pada ganglia basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan medula spinalis mengalami kerusakan yang lebih ringan. Perdarahan ringan oleh trauma persalinan biasanya diabsorpsi tanpa kerusakan yang menetap. Hematoma subdural yang biasanya unilateral tersering ditemukan pada bagian verteksi dekat sinus longitudinalis, menyebabkan kerusakan jaringan otak yang berada di bawahnya oleh karena nekrosis tekanan, menghasilkan ensefalo malaria yang akhirnya terjadi atrofi dan pembentukan jaringan parut. Perdarahan intraserebral jarang menghasilkan porencephalic cavity.
Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan intrakranial pada umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia terutama mengenai sistem ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini bergantung pada hebatnya dan lokalisasi lesi yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia basalis ataukah di serebelum. Kernikterus menyebabkan kerusakan pada masa nukleus yang dalam, ditandai dengan warna kuning, kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang diikuti dengan proliferasi neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan bawaan otak, misalnya agenesis/hipogenesis bagian-bagian otak dan hidrosefalus, akan terjadi gangguan perkembangan.
F. GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI
Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.
1. Spastisitas.
Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi 50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.
2. Atetosis.
Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice.
3. Ataksia.
Bayi/anak dengan ataksia menunjukkan gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan dan adanya nistagmus. Anak berjalan dengan langkah lebar, terdapatintention tremor meliputi ± 5%. Lokalisasi lesi yakni di serebelum.
4. Rigiditas.
Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-gejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata.
5. Gangguan Pendengaran
Terdapat pda 5 – 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
6. Gangguan Bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan Mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita Cerebral Palsy menderita kelainan mata.
G. KLASIFIKASI
Berdasarkan manifestasi klinik CP, American Acedemy for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi sebagai berikut.
Klasifikasi neuromotorik
1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex meninggi pada bagian-bagian yang terkena.
2. Atetosis, karakteristik ialah gerakan-gerakan lembut menyerupai cacing, involunter, tidak terkontrol dan tidak bertujuan.
3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu, baik dalam otot agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi membongkokkan "pipa timah" (lead pipe rigidity).
4. Ataksia. Menunjukkan adanya gangguan keseimbangan dalam ambulasi.
5. Tremor. Gerakan-gerakan involunter, tidak terkendali, reciprocal dengan irama yang teratur.
6. Mixed.
Distribusi topografik dari keterlibatan neuromotorik
1. Paraplegi. Yang terkena ialah ekstremitas inferior, selalu tipe spastik.
2. Hemiplegi. Terkena hanya 1 ekstremitas inferior dan 1 superior pada pihak yang sama. Hampir selalu spastik, kadang-kadang ada yang atetosis.
3. Triplegi. Terkena 3 ekstremitas, biasanya spastik.
4. Quadriplegi atau tetraplegi. Terkena semua ekstremitas.
Klasifikasi berdasarkan beratnya. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan hidup (activities of daily living).
1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problema bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari dan dapat bergerak tanpa memakai alat-alat penolong.
2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri.
3. Berat. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat, sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.
Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting.
DIAGNOSIS BANDING
CP perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor medula spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak atau saraf perifer, korea sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial.
I. PEMERIKSAAN KHUSUS
Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering dilakukan, ialah :
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP ditegakkan.
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal.
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
4. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
5. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang diperlukan.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.
Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografi individu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
J. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
1. Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2. Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.
3. Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4. Obat-obatan.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.
K. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
L. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
• Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
• Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu melahirkan.
• Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
• Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
2. Riwayat kesehatan.
Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
3. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan pencapaian perkembangan :
• Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan.
• Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkaak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap.
• Perubahan tonus otot
Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).
• Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup, menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.
• Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
• Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu).
• Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:
• Kecerdasan di bawah normal
• Keterbelakangan mental
• Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)
• Gangguan menghisap atau makan
• Pernafasan yang tidak teratur
• Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
• Gangguan berbicara (disartria)
• Gangguan penglihatan
• Gangguan pendengaran
• Kontraktur persendian
• Gerakan menjadi terbatas.
4. Pemeriksaan penunjang
(Bisa dilihat pada konsep dasar).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.
C. INTERVENSI, RASIONAL DAN EVALUASI
1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
Tujuan :
Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya
Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup
Intervensi :
a. Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi anak
Catat masukan dan haluaran
Pantau pemberian makan intravena (bila diinstruksikan)
Berikan formula makanan yang ditentukan dengan selang nasogastrik (sesuai indikasi)
Berika anak beberapa otonomi dalam cara makan pasif
Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher
R/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak Libatkan dalam pemilihan makanan dan urutan makan yang dihidangkan (dalam batasan diet dan nutrisi)
b. Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang berbaring pada posisi telungkup
R/ mencegah aspirasi dan membuat makan/minum menjadi lebih mudah Berikan makanan daan kudapaan tinggi kalori dan tinggi protein memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
c. Beri makanan yang disukai anak
R/ mendorong anak agar mau makan
d. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang lain
R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan
e. Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun
f. Lakukan higiene oral setiap 4 jam dan setelah makan
Evaluasi :
Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
Tujuan :
Klien mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a. Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.
R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik pada masalah yang terjadi pada klien
b. Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan
R/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan
c. Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan
R/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi
d. Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu dan oksiput)
e. Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering
f. Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi
g. Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang adekuat.
Evaluasi :
Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering
3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.
Tujuan :
Klien tidak mengalami cedera fisik
Intervensi :
Berikan lingkungan fisik yang aman :
a. Beri bantalan pada perabot.
R/ untuk perlindungan.
b. Pasang pagar tempat tidur.
R/ untuk mencegah jatuh.
c. Kuatkan perabot yang tidak licin.
R/ untuk mencegah jatuh.
d. Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan.
R/ untuk mencegah jatuh.
e. Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.
R/ untuk mencegah cedera.
f. Dorong istirahat yang cukup.
R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.
g. Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.
h. Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.
i. Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal.
R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.
j. Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya.
R/ mencegah cedera kepala.
k. Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan.
R/ mencegah kejang.
Evaluasi :
Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.
Anak bebas dari cedera.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.
Tujuan :
Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.
Intervensi :
a. Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih dini
R/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.
b. Bicara pada anak dengan perlahan
R/ memberikan waktu padaa anak untuk memahami pembicaraan
c. Gunakan artikel dan gambar
R/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman
d. Gunakan teknik makan
R/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah.
e. Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk anak dengan disartria berat.
f. Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).


REFERENSI
semoga bermanfaaat
»»  ReadMore...

materi kep anak II Hidrosefalus

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan pembentukan aliran atau penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan volume pada CNS. Kondisi ini juga dapat didefinisikan gangguan hidrodinamik pada LCS. Hidrosefalus akut dapat terjadi dalam beberapa hari. Sub akut dalam mingguan dan yang kronik bulanan atau tahunan. Kondisi-kondisi seperti atrofi serebral dan lesi destruktif fokal juga menyebabkan peninmgkatan abnormal LCS dalam CNS. Pada situasi semacam ini, kehilangan jaringan serebral meninggalkan ruangan kosong yang secara pasif akan terisi dengan LCS. Kondisi semacam iu tidak disebabkan oleh gangguan hidrodinamik sehingga tidak diklasifikasikan sebagai hidrosefalus. Istilah lain yang dulu digunakan untuk kondisi tersebut adalah hidrosefalus ex vacuo.
Hidrosefalus dengan tekanan normal (NPH) digambarkan sebagai suatu kondisi yang jarang terjadi pada pasien yang lebih muda dari 60 tahun. Pelebaran ventrikel dan tekanan LCS normal pada lumbal pungsi (LP) dengan ketiadaan papil edema dimasukkan ke dalam NPH. Namun demikian, hipertensi intrakranial berulang ditemukan pada pantauan pasien yang diduga mengidap NPH, biasanya pada malam hari. Trias gejala Hakim klasik termasuk apraksia, inkontinensia, dan demensia. Sakit kepala bukanlah gejala khas pada NPH.
Hidrosefalus eksternal benigna adalah suatu defisiensi absorbsi pada bayi dan anak-anak yang self limiting dengan peningkatan tekanan intracranial dan pelebarang ruang subarachnoid. Ventrikel biasanya tidak melebar terlalu besar dan resolusi terjadi dalam satu tahun.
Hidrosefalus yang berhubungan terjadi ketika adanya komunikasi penuh antara ventrikel dan rongga subarachnoid, disebabkan oleh over produksi LCS (jarang), gangguan penyerapan LCS (paling sering), atau insufisiensi drainase vena (kadang-kadang).
Hidrosefalus yang tidak berhubungan terjadi ketika aliran LCS tersumbat dalam system ventricular atau pada salurannya menuju ruang subarachnoid, menyebabkan ketidakberhubungan antara ventrikel / ruang subarachnoid.
Hidrosefalus obstruktif disebabkan oleh obstruksi aliran LCS (intraventrikuler atau ekstraventrikuler). Kebanyakan hidrosefalus adalah obstruktif, dan istilah ini digunakan untuk membedakan dengan hidrosefalus yang disebabkan oleh over produksi LCS.
Hidrosefalus tertahan, didefinisikan sebagai stabilisasi pelebaran ventrikel, mungkin adalah akibat sekunder dari mekanisme kompensasi. Pasien ini dapat mengalami dekompensasi, terutama setelah mendapat cedera kepala ringan.

B. Tujuan
1. Dimana agar mahasiswa khususnya mahasiswa/i Stikes Nani Hasanuddin mengetahui Asuhan Keperawatan pasien Hidrochepalus

BAB II
PEMBAHASAN
A.Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).
Hidrocefalus adalah kelebihan cairan cerebrospinalis di dalam kepala. Biasanya di dalam sistem ventrikel atau gangguan hidrodinamik cairan likuor sehingga menimbulkan peningkatan volume intravertikel (Setyanegara, 1998).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
2. Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
3. Penyebab
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Beberapa penyebab terjadinya hidrocefalus:
1. Kelainan bawaan
a) Stenosis Aquaductus sylvii
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%). Aquaductus dapat mengalami stenosis dimana saluran ini menjadi lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b) Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie yang mengakibatkan hidrocefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d) Kista Arachnoid
Dapat terjadi secara conginetal dan membagi etiologi menurut usia.
e) Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosepalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terdapat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar.
3. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
4. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Patofisiologi
Tekanan negatif CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid serebellum, dimana cairan akan diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui villi araknoid, tetapi sinus, vena dan substansi otak juga berperan dalam absorpsi.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuo
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan reabsorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212).
Berdasarkan hal di atas akan terjadi penimbunan berlebihan (abnormal) cairan serebrosvinal pada ruang-ruang yang secara normal terdapat CSS. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm. Pada umur 1 tahun lingkaran kepala tersebut dapat mencapai 45 cm. Pada penderita hidrosefalus lingkaran kepala itu jauh di atas lingkaran yang normal.
Kepala itu membesar “out of proportion” oleh karena :
a) Tekanan intrakranium terus meningkat.
Tekanan ini meningkat karena reabsorbsi dari likuor itu tidak dapat berfungsi dengan baik. Misalnya suatu stenosis pada akuaduktus Sylvii akan dapat menimbulkan gangguan pada peredaran likuor, yang menimbulkan hdrocefalus.
b) Sutura diantara tulang-tulang kepala belum menutup, sehingga kepala terus membesar. Oleh karena itu, maka penderita tidak banyak memperlihatkan gejala atau tanda tekanan intrakranium yang meningkat. Penderita tidak akan menangis terus-menerus karena nyeri kepala; penderita tidak akan memperlihatkan muntah proyektil.
5. Klasifikasi
Hidrocefalus dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
1) Hidrocefalus kongenitus
Hidocefalus kongenitus dapat timbul karena adanya malformasi pada system saraf pusat, seperti karena adanya:
1. Anomali Arnold-Chiari, yang dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel.
2. Stenosis dari akuaduktus sylvii
3. Malformasi dari Dandy-Walker. Pada sindrom Dandy-Walker terdapat atresi dari foramen luschka dan Megendie.
4. Kiste-kiste subaraknoidal
5. Aneurisma dari vena cerebri magna Galeni, yang menekan pada akuaduktus Sylvii.
2) Hidrocefalus kuisita
Hidrosefalus akuisita timbul sesudah :
1. Trauma kapatis
2. Pendarahan subarachnoidal
3. Infeksi pada SSP seperi, Meningitis tuberkulosa, meningitis Hemofilus influenza, Toksoplasmosis.
3) Normal Pressure Hidrocefalus
Pada Normal Pressure Hidrocefalus dapat ditemukan:
1. Retardasi mental dengan disorientasi dan pelupa
2. Paraparese dan ataksi
3. Inkontinensia Urina
4. Ventrikel yang melebar dengan tekanan yang normal.

Selain itu, hidrocefalus dapat dibagi pula menjadi :
1. Hidrocefalus komunikan
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara ventrikel dengan ruang subarakhnoidal di daerah lumbal. Hidrocefalus komunikan dapat disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada yang direabsorbsi oleh vili subarachnoidalis. Dengan demikian, cairan terkumpul di dalam ventrikel maupun di luar otak sehingga kepala membesar dan otak mengalami kerusakan berat. Selain itu, hidrocefalus komunikan juga dapat disebabkan karena reabsorbsi CSF yang mengalami gangguan. Penumpukan CSF akan menyebabkan pembesaran bertahap pada ventrikel keempat yang pada gilirannya akan menimbulkan penekanan destruktif pada jaringan otak sekitarnya. Karena ventrikel yang membesar maka tekanan didalamnya biasanya normal atau menurun, walaupun volumenya meningkat. Oleh karena itu, hidrocefalus ini sering disebut dengan hidrocefalus tekanan normal atau tekanan rendah.
2. Hidrocefalus nonkomunikan
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif, yang jelas menunjukkan tidak adanya hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoidal di lumbal.
Penyebab hidrocefalus nonkomunikan ini adalah penyempitan pada akuaduktus Sylvii congenital; oleh karena cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua ventrikel dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga ventrikel tersebut menjadi membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga otak menjadi tipis.
Suatu cara untuk membedakan hidrocefalus komunikan dengan nonkomunikan adalah dengan jalan mengukur tekanan likuor dalam ventrikulus lateralis dan tekanan likuor di kantong lumbal secara bersamaan.
6. Gejala Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan badan bayi.
Ubun – ubun melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar.
Didapatkan “cracked pot sign” yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sclera tampak di atas iris sehingga iris seakan – akan matahari yang akan terbenam (sunset sign). Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan nigtagmus tidak jarang terjadi. Kerusakan saraf yang memberikan gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadang – kadang gangguan pusat vital, bergantung pada kemampuan kepala untuk membesar dalam mengatasi tekanan intrakranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, maka mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun terdapat pelebaran ventrikel yang hebat, sebaliknya ventrikel yang belum begitu melebar akan tetapi prosesnya berlangsung dengan cepat sudah memperlihatkan kelainan neurologis yang nyata. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya distensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
3. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
Selain hal di atas menurut Ngastiyah, gejala yang nampak dapat berupa (Ngastiyah, 1997; Depkes;1998)
1. TIK yang meninggi: muntah, nyeri kepala, edema pupil saraf otak II
2. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak
3. Kepala bayi terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya teraba tegang dan mengkilat dengan perebaran vena di kulit kepala
5. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar
6. Terdapat sunset sign pada bayi (pada mata yang kelihatan hitam-hitamnya, kelopak mata tertarik ke atas)
7. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbita
8. Sklera mata tampak di atas iris
9. Pergerakan mata yang tidak teratur dan nistagmus tak jarang terdapat
10. Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran motorik atau kejang-kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital.

7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Tampak adanya pembesaran kepala. Lingkar kepala dapat mencapai 45 cm.
• Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
• Kulit kepala tampak licin/mengkilap.
• Adanya fenomena sun-set sign
• Tampak adanya hiperrefleksi ekstremitas
• Adanya tanda-tanda paraparesis spastic dengan reflex tendon lutut/Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.
Perkusi
• Perkusi pada bagian dibelakang tempat pertemuan os frontale dan os temporal, maka dapat timbul resonnansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot resonance). Tanda ini dinamakan Macewen`s sign.
Palpasi
• Sutura teraba melebar dan belum menutup
8. Pemeriksaan Diagnostik

• Foto Rontgen
Foto rotgen memperlihatkan kepala yang membesar dengan sutura dan fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala tampak sangat tipis. Bila fosa crania posterior tampak kecil dibandingkan fossa crania medial dan anterior maka mungkin hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis akuaduktus sylvii.
• Pemeriksaan CT Scan
Memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris.
• Fungsi ventrikel kadang digunakan untuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran)
• EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
• MRI : ( Magnetik resonance imaging ) memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi
9. Therapi/Tindakan Penanganan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978) mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
6. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
Pada hidrocefalus karena stenosis akuaduktus sylvii , pengalihan aliran likuor dapat dilakukan dengan menghubungkan ventrikulus lateralis dengan sisterna serebello medullari. Hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan mengalihkan aliran likuor dengan menghubungkan ruang subaraknoidal dengan rongga peritoneum atau dengan vena cava superior. akan tetapi untuk tindakan ini diperlukan adanya suatu katup untuk mengatur aliran agar tetap ventrikulofugal. Terdapat dua katup yang digunakan dalah operasi “shunt” yaitu, katup Spitz-Holter dan katup Pudenz-Heyer.
10. Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu
11. Diagnosis Banding
Penyakit yang hendaknya ikut dipertimbangkan adalah:
1. Hematoma subdural yang timbul perinatal
2. Tumor intrakranium
3. Makrosefali
4. Hidranensefali
Pada Hidranensefali kedua hemisfer tidak terbentuk, tetapi pleksus khorioideus dan ganglia basalis masih utuh. Dengan demikian produksi likuor masih berlangsung baik.
12. Prognosis
Prognosa suatu hidrocefalus kongenitus bila tidak dilakukan operasi pengalihan aliran likuor adalah kurang baik walaupun sewaktu-waktu dapat terjadi keseimbangan diantara produksi likuor dan resorbsinya, sehingga kepala bayi tidak lagi bertambah besar.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005).









B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, dan tingkat kesadaran kualitatif atau GCS.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
• Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
• Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi, sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.
• Respiratory rate
• Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Tampak adanya pembesaran kepala. Lingkar kepala dapat mencapai 45 cm.
• Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
• Kulit kepala tampak licin/mengkilap.
• Adanya fenomena sun-set sign
• Tampak adanya hiperrefleksi ekstremitas
• Adanya tanda-tanda paraparesis spastic dengan reflex tendon lutut/Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.



Perkusi
• Perkusi pada bagian dibelakang tempat pertemuan os frontale dan os temporal, maka dapat timbul resonnansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot resonance). Tanda ini dinamakan Macewen`s sign.
Palpasi
• Sutura teraba melebar dan belum menutup
d. Pemeriksaan Diagnostik
• Foto Rontgen
Foto rotgen memperlihatkan kepala yang membesar dengan sutura dan fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala tampak sangat tipis. Bila fosa crania posterior tampak kecil dibandingkan fossa crania medial dan anterior maka mungkin hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis akuaduktus sylvii.
• Pemeriksaan CT Scan
Memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris.
• Fungsi ventrikel kadang digunakan untuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran)
• EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
• MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi
Pada hidrosefalus didapatkan :
Tanda-tanda awal :
1. Mata juling
2. Sakit kepala
3. Lekas marah
4. Lesu
5. Menangis jika digendong dan diam bila berbaring
6. Mual dan muntah yang proyektil
7. Melihat kembar
8. Ataksia
9. Perkembangan yang berlangsung lambat
10. Pupil edema
11. Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
12. Biasanya diikuti: perubahan tingkat kesadaran, opistotonus dan spastik pada ekstremitas bawah
13. Kesulitan dalam pemberian makanan dan menelan
14. Gangguan cardio pulmoner
Tanda-tanda selanjutnya:
1. Nyeri kepala diikuti dengan muntah-muntah
2. Pupil edema
3. Strabismus
4. Peningkatan tekanan darah
5. Denyut nadi lambat
6. Gangguan respirasi
7. Kejang
8. Letargi
9. Muntah
10. Tanda-tanda ekstrapiramidal/ataksia
11. Lekas marah
12. Lesu
13. Apatis
14. Kebingungan
15. Kebutaaan
2. Diagnosa keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan hidrocefalus antara lain :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial akibat hidrocefalus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri kepala, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak melindungi area yang sakit dan tamapk berhati-hati saat menggerakkan kepalanya.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah akibat hidrocefalus ditandai dengan opistotonus dan spastic ekstremitas bawah, keterbatasan dalam bergerak.
5. Risiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menyangga kepala yang besar dan rasa tegang pada leher.
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk menggerakan kepala sekunder akibat ukuran kepala yang tidak normal.
Diagnosa keperawatan post-op
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat bergerak.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat pemasangan VP shunt.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca operasi.
3. Rencana keperawatan
Pre op
1) Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak.
Tujuan
Setelah diberikan askep diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat, dengan out come :
• Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6 V5).
• Tidak kaku kuduk.
• Tidak terjadi kejang.
• TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).
• Tidak terjadi muntah progresif
• Tidak sakit kepala
• GDA normal( > 95%)

Intervensi
a) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.
Rasional : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis segera.
b) Pantau/catat status neurologis, seperti GCS.
Rasional : Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.
c) Pantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung.
Rasional : Perubahan pada frekuensi,disritmia dan denyut jantung dapat terjadi, yang mencerminkan trauma batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.
d) Pantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
Rasional : Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena.
e) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
Rasional : Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
f) Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk iskemia serebral.
g) Berikan obat sesuai indikasi seperti : Steroid ;deksametason, metilprednison (medrol).
Rasional : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinya “fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
2) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial akibat hidrocefalus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri kepala, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak melindungi area yang sakit.
Tujuan
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri dada klien hilang dengan kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
Rasional : Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
3. Pantau dan catat TTV.
Rasional : Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
4. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
Rasional : Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
5. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka.
Rasional : Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
Intervensi :
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
Rasional : Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
Rasional : Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin makan.
Rasional : Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
Rasional : Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
e) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
Rasional : Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah akibat hidrocefalus ditandai dengan opistotonus dan spastic ekstremitas bawah, keterbatasan dalam bergerak.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum
Mandiri :
a) Hindari berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama.
Rasional : Berbaring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu lama dapat meningkatkan kekakuan otot dan menimbulkan risiko dekubitus.
b) Ajarkan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya 4x sehari.
Rasional : Untuk merelaksasikan otot agar imobilitas fisik perlahan-lahan dapat teratasi
c) Lakukan mandi air hangat.
Rasional : Mandi air hangat dapat mengurangi kekakuan tubuh pada pagi hari dan memperbaiki mobilitas
d) Anjurkan untuk ambulasi, dengan atau tanpa alat bantu.
Rasional : Untuk melatih otot agar terbiasa untuk mobilisasi
e) Lakukan pengukuran kekuatan otot.
Rasional : Untuk mengkaji sejauhmana kemampuan otot pasien.
5) Risiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menyangga kepala yang besar dan rasa tegang pada leher.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil :
• Tidak ada luka
• Pasien tidak terjatuh
Intervensi :
a) Orientasikan anak pada kondisi di sekelilingnya.
Rasional : Mengetahui kondisi sekeliling membantu mencegah terjadinya cidera.
b) Diskusikan dengan orang tua perlunya pemantauan konstan terhadap anak kecil.
Rasional : Anak yang hidrocefalus dapat mengalami kebingungan dan penurunan kesadaran. Oleh karen itu, orang tua perlu melakukan pemantauan yang dilakukan secara terus-menerus untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang mengenai anak.
c) Lakukan kewaspadaan keamanan pada anak yang bingung.
Rasional : Kewaspadaan dapat menghindarkan anak dari kemungkinan mengalami cidera.
d) Gunakan tempat tidur rendah, dengan pagar yang terpasang
Rasional : Penggunaan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang dapat menghindari terjatuhnya anak dari tempat tidur.
e) Gunakan matras pada lantai
Rasional : Mencegah anak mengalami cidera dan mengantisipasi kemungkinan anak terjatuh ke lantai.
6) Risiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk menggerakan kepala sekunder akibat ukuran kepala yang tidak normal.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Tidak ada lesi, eritema, pruritus, abrasi ( lecet )
Tidak adanya Gangguan jaringan epidermis dan dermis
Intervensi :
a) Dorong latihan rentang gerak dan mobilitas kepala, bila memungkinkan.
Rasional : Latihan menggerakkan kepala mencegak penekanan pada area tertentu yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
b) Ubah posisi atau instruksikan anak untuk berbalik dan menggerakkan kepala.
Rasional : Membantu mengurangi tekanan pada hanya pada area tertentu saja.
c) Amati adanya eritema dan kepucatan, dan lakukan palpasi untuk mengetahui adanya area yang hangat dan jaringan seperti spon pada setiap perubahan posisi.
Rasional : Eritema, kepucatan dapat mengindikasikan adanya kerusakan integritas kulit.
Post op
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat bergerak.
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri yang dirasakan klien hilang dengan kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan,
nadi normal dan RR normal.
Tujuan
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b) Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
Rasional : Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
c) Pantau dan catat TTV.
Rasional : Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
d) Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
Rasional : Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
e) Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka.
Rasional : Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional : pemberian analgetik dapat membantu menghilangkan rasa nyeri.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat pemasangan VP shunt.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi dengan kriteria hasil :
• Tidak demam, tidak adanya kemerahan, tidak adanya bengkak, dan tidak adanya penurunan fungsi.
• Tidak ada nyeri setempat
Intervensi :
a) Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : Mencegah infeksi nosokomial saat perawatan.
b) Bersihkan daerah pemasangan VP shunt secara berkala
Rasional : mencegah infeksi dengan mencegah pertumbuhan bakteri di daerah pemasangan.
c) Kaji kondisi luka pasien
Rasional : Mengetahui apakah terjadinya tanda-tanda infeksi
d) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
Rasional : Pemberian antibiotik dapat mecegah terjadinya infeksi.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca operasi.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan pasien mengetahui tentang penyakit yang dialami dan memahami tentang perawatan pasca operasi dengan kriteria hasil :
• Pasien dan keluarga memahami tentang penyakit
• Pasien menunjukan perubahan prilaku
Intervensi :
a) Tentukan tingkat pengetahuan pasien dan kemampuan untuk berperan serta dalam proses rehabilitasi
Rasional : mempengaruhi pilihan terhadap intervensi yang akan dilakukan
b) Jelaskan kembali mengenai penyakit yang diderita pasien dan perlunya pengobatan atau penanganan.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklrifikasi kesalahan persepsi.
c) Anjurkan untuk mengungkapkan apa yang dialami, bersosialisasi dan meningkatkan kemandiriannya.
Rasional : meningkatkan kembali pada perasaan normal dan perkembangan hidupnya pada situasi yang ada.
d) Bekerja dengan orang terdekat untuk menentukan peralatan yang diperlukan dalam rumah sebelum pasien pulang.
Rasional : jika pasien dapat kembali kerumah, perawatan dapat difasilitasi dengan alat bantu.

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan.
Pre-op
Dx Intervensi
1. Tercapainya perfusi jaringan serebral adekuat, tingkat kesadaran normal (GCS: E4 M6 V5), tidak kaku kuduk, tidak terjadi kejang dan TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).
2. Nyeri berkurang, hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks dan tidur/istirahat dengan baik, skala nyeri 0, dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
4. Tercapainya mobilitas secara mandiri, tercapainya peningkatan kekuatan dan fungsi umum
5. Cidera tidak terjadi. Tidak ada lukadan. Pasien tidak terjatuh
6. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Tidak ada lesi, eritema, pruritus, abrasi ( lecet ). Tidak adanya gangguan jaringan epidermis dan dermis
Post-op
Dx Intervensi
1. Nyeri berkurang, hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks dan tidur/istirahat dengan baik, skala nyeri 0, dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal
2. Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda infeksi tidak ada. Tidak demam, tidak adanya kemerahan, tidak adanya bengkak, dan tidak adanya penurunan fungsi.
3. Pasien mengetahui tentang penyakit yang dialami dan memahami tentang perawatan pasca operasi. Pasien dan keluarga memahami tentang penyakit. Pasien menunjukan perubahan prilaku.





DAFTAR PUSTAKA
Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC,
1997.
Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:
http://aries-balinesepeople.blogspot.com/2010/09/askep-hidrosefalus.html
»»  ReadMore...