My Trip

Sabtu, 21 April 2012

Siapa yang harus dipilih, orang tua atau kekasih?

Setelah sekian lama sendiri, akhirnya Anda pun menemukan pria/wanita idaman (hm.hm.hm) Sayangnya, kata 'idaman' ternyata hanya berlaku bagi Anda, bukan orang tua Anda.

Mempunyai orang tua yang tidak suka dengan pria pilihan, memang jadi antara dilema dan galau. Orang tua memegang peranan penting dalam hidup, di sisi lain, Anda pun tidak bisa berpisah dari kekasih.


Lalu timbul pertanyaan, siapa yang harus dipilih, orang tua atau kekasih? Jujur, Anda tidak bisa memilih salah satunya. Dalam situasi ini, Anda harus menjadi 'jembatan' antara orang tua dan si dia. Bagaimana caranya?


1. Coba hadapi situasi ini dengan hati dan kepala dingin, jangan bertindak gegabah dengan melawan orang tua. Bagaimanapun juga, merekalah yang membesarkan Anda dengan penuh kasih sayang. Coba cari tahu, apa yang ada di diri kekasih Anda sehingga orang tua tidak suka padanya.


2. Ajak orang tua Anda bicara dari hati ke hati. Ciptakan suasana santai dan tenang, lalu tanyakan baik-baik kenapa mereka tidak menyukai pasangan Anda. Dengarkan pendapat mereka, pikirkan secara matang. Mungkin saja kedua orang tua punya sudut pandang yang lain.


3. Jika tetap berpegang pada pendirian, yaitu bersikeras tidak mau pisah dari kekasih karena larangan orang tua, berilah pengertian. Saran dari Sheri dan Bob Stritof, konsultan perkawinan di about, katakan Anda memahami dan menghargai perhatian mereka, tapi Anda juga punya zona pribadi yang tidak bisa disentuh siapapun, yaitu hati dan perasaan.


4. Ingat, Anda belum dapat persetujuan dari orang tua jadi jangan coba bermain api. Dikutip dari Loving You, saat berkencan, usahakan tidak pulang larut malam, apalagi sampai menginap. Tindakan ini akan semakin menambah 'daftar gelap' si dia di depan orang tua Anda. Jika kekasih datang ke rumah, pastikan dia tidak terlalu berlama-lama dan jangan sampai orang tua Anda yang menegur untuk menyuruhnya pulang.


5. Coba 'promosikan' kebaikannya pada orang tua Anda. Misalnya sikapnya yang ramah, jujur, setia, sayang keluarga, dan sebagainya. Orang tua biasanya ingin anaknya mendapatkan pria yang sudah mapan. Jika kebetulan si dia menjabat posisi bagus di kantornya, tak ada salahnya Anda memberitahu mereka. Tapi jika kekasih hanya berpenghasilan cukup, yakinkan bahwa harta tidak selalu menentukan kebahagiaan seseorang. Tapi ingat, jangan melebih-lebihkan cerita dari keadaan sebenarnya.


6. Pertemukan sang kekasih dengan orang tua, untuk membuktikan mereka salah menilai orang. Rencanakan makan malam bersama di rumah atau restoran. Minta pasangan untuk berpenampilan rapi dan menjaga sikap. Satu atau dua jam pertemuan mungkin sudah cukup untuk 'memperlihatkan' si dia kepada orang tua Anda. Perbincangan yang terlalu lama akan membuat bosan sehingga kecenderungan orang tua melihat sisi negatifnya lebih besar.


7. Jika setelah pertemuan, orang tua tetap melarang Anda berhubungan dengannya, jangan langsung marah. Ada baiknya Anda mengambil waktu untuk tidak bertemu si dia sementara waktu. Gunakan waktu itu untuk saling introspeksi diri, apa ada yang salah dengan hubungan kalian?


8. Bila memang ada kekurangan dalam hubungan, mintalah masukan dari orang tua, apa sebenarnya yang jadi kriteria pria/wanita  yang cocok untuk Anda. Namun jika sang pria/ wanita jauh dari kriteria, bicarakan dan hadapi persoalan ini dengan bijaksana. Tunjukkan sikap pada orang tua, Anda sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan dengan benar, termasuk memilih pasangan hidup.


hm.hm.hm sulit juga untuk baradaptasi, terkadang banyak faktor yang berpengaruh.
Semangat aja dech Qasim jalani saja apa yang ada di depan anda nda perlu juga dengarkan unek'' dari luar..

sumber lolitop.com
»»  ReadMore...

Senin, 09 April 2012

Wacana : Sertifikasi Perawat dan Bidan

Wacana : Sertifikasi Perawat dan Bidan

Perawat bisa salah memberi obat sehingga pasiennya syok. Atau bidan tidak terampil menolong persalinan sehingga bayi meninggal. Siapa yang dirugikan? Tentu pasien dan masyarakat. Berbagai kejadian itu karena perawat dan bidan tidak memenuhi standar kompetensi dan profesi, serta prosedur yang ditetapkan organisasi profesinya. 
Penyebab utamanya adalah tidak adanya mekanisme yang menjamin kompetensi tenaga kesehatan sehingga lulusan baru perawat atau bidan, langsung diterima bekerja dan memberikan pelayanan kesehatan. Padahal di Jawa Tengah, ada 78 akademi keperawatan/ pendidikan ners, dan 60 akademi kebidanan, meluluskan sedikitnya 6 ribu perawat baru dan 5 ribu bidan baru.
Karena itu, sangat tepat bila akhir 2011 Kemenkes mengeluarkan Permenkes Nomor 1796/Menkes/Per/ VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan yang baru lulus, tidak otomatis langsung bekerja tetapi harus mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) atau Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP).
Mereka yang lulus, mendapat sertifikat kompetensi sebagai persyaratan memperoleh surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik perorangan (SIPP). Adapun bagi yang tidak lulus, harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai uji kompetensinya lulus.  
Agar peraturan tersebut berdampak pada perlindungan dan peningkatan status kesehatan masyarakat maka, pertama; MTKI/MTKP dan organisasi profesi harus menciptakan sistem uji kompetensi yang berwibawa dan bertanggung jawab. Kedua; perguruan tinggi dapat menggunakan uji kompetensi sebagai pintu masuk mengevaluasi pelaksanaaan kurikulum, pendidikan klinik, dan bimbingan di lahan praktik, serta sarana laboratorium agar sesuai dengan standar kompetensi.
Ketiga; organisasi profesi PPNI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan lainnya dapat menciptakan kurikulum pendidikan dan pelatihan yang berdampak pada pengembangan profesional berkelanjutan.
Minim Kesejahteraan
Sayangnya, banyaknya tuntutan terhadap tenaga kesehatan tersebut tidak diikuti dengan perbaikan lingkungan kerja dan kesejahteraan. Mereka bekerja dengan terbatasnya sarana peralatan, beban kerja tinggi, rendahnya kepuasan kerja, dan harus menjangkau pelayanan sampai ke desa-desa, daerah terpencil, dan perbatasan.  
Perawat bidan merupakan profesi yang bekerja berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga menerima dampak nyata bila pelayanan kurang baik.
Bekerja dengan pelayanan 24 jam, meningkatnya tingkat stres, risiko tinggi terpapar penularan penyakit pasien, dan berurusan dengan hukum bila salah prosedur, serta tingkat kesejahteraan yang bervariasi.
Bagi PNS, tingkat kesejahteraannya masih lumayan karena memperoleh standar pagu gaji PNS. Tetapi mereka yang bekerja di sektor swasta dan lainnya, standar gaji bergantung pada kebijakan perusahannya.
Sebagian besar di bawah pagu gaji PNS, bahkan di bawah UMR. Belum lagi yang statusnya honorer. Bandingkan dengan guru.
Tuntutan sertifikasi diikuti dengan tunjangan sertifikasi guru 1 kali gaji pokok per bulan. TNI dan Polri menikmati perbaikan gaji melalui remunerasi.  
Tampaknya berbagai pihak harus memperhatikan pelayanan kesehatan dari berbagai sisi. Sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan merupakan salah satu cara meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan, mutu pelayanan kesehatan, dan status kesehatan masyarakat.
Tetapi di sisi lain juga perlu memperhatikan lingkungan kerja dan kebutuhan hidup individu tenaga kesehatan. Sulit memberikan pelayanan prima bila pemberi pelayanan tidak prima
Ditulis oleh :
— Edy Wuryanto SKp MKep, dosen Unimus, mahasiswa Program Doktor Medical Education UGM, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng
»»  ReadMore...