Wacana : Sertifikasi Perawat dan Bidan
Perawat bisa salah memberi obat sehingga pasiennya syok. Atau bidan tidak terampil menolong persalinan sehingga bayi meninggal. Siapa yang dirugikan? Tentu pasien dan masyarakat. Berbagai kejadian itu karena perawat dan bidan tidak memenuhi standar kompetensi dan profesi, serta prosedur yang ditetapkan organisasi profesinya.
Penyebab utamanya adalah tidak adanya mekanisme yang menjamin kompetensi tenaga kesehatan sehingga lulusan baru perawat atau bidan, langsung diterima bekerja dan memberikan pelayanan kesehatan. Padahal di Jawa Tengah, ada 78 akademi keperawatan/ pendidikan ners, dan 60 akademi kebidanan, meluluskan sedikitnya 6 ribu perawat baru dan 5 ribu bidan baru.
Karena itu, sangat tepat bila akhir 2011 Kemenkes mengeluarkan Permenkes Nomor 1796/Menkes/Per/ VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan yang baru lulus, tidak otomatis langsung bekerja tetapi harus mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) atau Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP).
Mereka yang lulus, mendapat sertifikat kompetensi sebagai persyaratan memperoleh surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik perorangan (SIPP). Adapun bagi yang tidak lulus, harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai uji kompetensinya lulus.
Agar peraturan tersebut berdampak pada perlindungan dan peningkatan status kesehatan masyarakat maka, pertama; MTKI/MTKP dan organisasi profesi harus menciptakan sistem uji kompetensi yang berwibawa dan bertanggung jawab. Kedua; perguruan tinggi dapat menggunakan uji kompetensi sebagai pintu masuk mengevaluasi pelaksanaaan kurikulum, pendidikan klinik, dan bimbingan di lahan praktik, serta sarana laboratorium agar sesuai dengan standar kompetensi.
Ketiga; organisasi profesi PPNI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan lainnya dapat menciptakan kurikulum pendidikan dan pelatihan yang berdampak pada pengembangan profesional berkelanjutan.
Minim Kesejahteraan
Sayangnya, banyaknya tuntutan terhadap tenaga kesehatan tersebut tidak diikuti dengan perbaikan lingkungan kerja dan kesejahteraan. Mereka bekerja dengan terbatasnya sarana peralatan, beban kerja tinggi, rendahnya kepuasan kerja, dan harus menjangkau pelayanan sampai ke desa-desa, daerah terpencil, dan perbatasan.
Perawat bidan merupakan profesi yang bekerja berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga menerima dampak nyata bila pelayanan kurang baik.
Bekerja dengan pelayanan 24 jam, meningkatnya tingkat stres, risiko tinggi terpapar penularan penyakit pasien, dan berurusan dengan hukum bila salah prosedur, serta tingkat kesejahteraan yang bervariasi.
Bagi PNS, tingkat kesejahteraannya masih lumayan karena memperoleh standar pagu gaji PNS. Tetapi mereka yang bekerja di sektor swasta dan lainnya, standar gaji bergantung pada kebijakan perusahannya.
Sebagian besar di bawah pagu gaji PNS, bahkan di bawah UMR. Belum lagi yang statusnya honorer. Bandingkan dengan guru.
Tuntutan sertifikasi diikuti dengan tunjangan sertifikasi guru 1 kali gaji pokok per bulan. TNI dan Polri menikmati perbaikan gaji melalui remunerasi.
Tampaknya berbagai pihak harus memperhatikan pelayanan kesehatan dari berbagai sisi. Sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan merupakan salah satu cara meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan, mutu pelayanan kesehatan, dan status kesehatan masyarakat.
Tetapi di sisi lain juga perlu memperhatikan lingkungan kerja dan kebutuhan hidup individu tenaga kesehatan. Sulit memberikan pelayanan prima bila pemberi pelayanan tidak prima
Ditulis oleh :
— Edy Wuryanto SKp MKep, dosen Unimus, mahasiswa Program Doktor Medical Education UGM, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng
— Edy Wuryanto SKp MKep, dosen Unimus, mahasiswa Program Doktor Medical Education UGM, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar