KONSEP MEDIS
A.PENGERTIAN
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M Sacharin, 1996)
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998).
B. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui. Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap 4 minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab : kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat ; mengonsumsi klomifen dan asam valproat ; dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan bahwa hampir 50 % defek tuba neural dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, temasuk asam folat.
Adapun pendapat lain mengenai penyebab spina bifida :
1.Kekurangan folic acid (Vitamin B)
Folic acid (vit. B) dipercaya berperan mambantu tabung urat syaraf tulang belakang tertutup dengan sempurna. Sehingga kekurangan folic acid pada si ibu, akan menyebabkan penutupan tersebut tidak sempurna. Folic acid dapat diperoleh dari multivitamin, sereal, sayuran hijau seperti brokoli dan bayam serta buah-buahan.
2.Faktor genetika dan lingkungan
Selain hal itu para ilmuwan juga percaya bahwa sb diakibatkan oleh faktor genetika dan lingkungan. Tetapi perlu pula diketahui bahwa 95% anak sb lahir dari orang tua yang tidak memiliki sejarah kelainan itu sendiri. Dengan kemungkinan sebagai berikut: bila dalam satu keluarga terdapat satu anak SB maka kemungkinan hal itu terulang adalah 1: 40, sedangkan bila dalam satu keluarga terdapat dua anak SB maka kemungkinanya adalah 1: 20. Bahkan di AS ditemukan bahwa setiap 1000 kelahiran terdapat satu anak SB dengan jumlah bayi perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Dan lebih sedikit dialami oleh keluarga afro amerika dibandingkan dengan kelurga berkulit putih. (http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html)
C.KLASIFIKASI
a.Spina bifida okulta.
Kegagalan penyatuan arkur vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi medulla spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal, kadang merupakan penemuan sinar x kebetulan yang tidak bermakna. Sering terdapat nervus kapiler, seberkas rambut, atau lipoma superficial terhadap lesi ini, yang menunjukkan kehadirannya. Spina bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan.
b.Spina bifida kistika.
Bentuk cacad tabung saraf, tempat kantong selaput otak menonjol melalui lubang. Kulit di atas pembengkakan biasanya tipis dan masa ini bertransiluminasi. Tekanan pada kantong menyebabkan fontanella menonjol.
c. Meningokel.
Penonjolan yang terdiri dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS), penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologik dan medula spinalis tidak terkena.
d.Mielomeningokel.
Protrusi hernia dari kista meninges seperti kantong cairan spinal dan sebagian dari medulla spinalis dengan syarafnya keluar melalui defek tulang pada kolumna vertebralis. ( Pincus.Catzel,1994)
D.MANIFESTASI KLINIK
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
1.Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
2.Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3.Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4.Penurunan sensasi
5.inkontinensia uri maupun inkontinensia tinja
6.Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
7.Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
8. Lekukan pada daerah sakrum.(http:// www.medicasatore.com)
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena.
a)Kelainan motoris, sensoris, refleks, dan sfingter dapat terjadi dengan derajat keparahan yang bervariasi.
b)Paralisis flaksid pada tungkai ; hilangnya sensasi dan refleks.
c)Hidrosefalus
d)Skoliosis
e)Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak efektif. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
E.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari spina bifida mudah dipahami ketika dihubungkan dengan langkah-langkah perkembangan yang normal dari sistem saraf. Pada kira-kira 20 hari dari kehamilan tekanan ditentukan alur neural. Penampakan pada dorsal ectoderm dan embrio. Selama kehamilan minggu ke 4 alur tampak memperdalam dengan cepat, sehingga meninggalkan batas-batas yang berkembang ke samping kemudian sumbu di belakang membentuk tabung neural. Formasi tabung neural dimulai pada daerah servikal dekat pusat dari embrio dan maju pada direction caudally dan cephalically sampai akhir dari minggu ke 4 kehamilan, pada bagian depan dan belakang neuropores tertutup. Kerusakan yang utama pada kelainan tabung neural dapat dikarenakan penutupan tabung neural.
Pada kehamilan minggu ke 16 dan 18 terbentuk serum alfa fetoprotein (AFP) sehingga pada kehamilan tersebut terjadi peningkatan AFP dalam cairan cerebro spinalis. Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan kebocoran cairan cerebro spinal ke dalam cairan amnion, kemudian cairan AFP bercampur dengan cairan amnion membentuk alfa-1-globulin yang mempengaruhi proses pembelahan sel menjadi tidak sempurna. Karenanya defek penutupan kanalis vertebralis tidak sempurna yang menyebabkan kegagalan fusi congenital pada lipatan dorsal yang biasa terjadi pada defek tabung saraf dan eksoftalmus.
PENYIMPANGAN KDM
Multifaktor (Idiopatik, genetik, dll)
Vertebra gagal menutup/gagal terbentuk secara utuh
Penonjolan dari korda spinalis dan akar saraf
Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
Ketidakmampuan
mengontrol pola berkemih
Inkontinensia Urin
Orang tua cemas Kelumpuhan/kelemahan
Kurang terpajan informasi pada ekstremitas bawah
Kurang Pengetahuan Immobilisasi
Resiko Kerusakan Integritas kulit
F.KOMPLIKASI
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1.Paralisis cerebri
2.Retardasi mental
3.Atrofi optic
4.Epilepsi
5.Osteo porosis
6.Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7.Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit. (Cecily L Betz dan Linda
A Sowden, 2002).
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrocefalus karena malformasi Arnold-chiari lazim ditemukan.
G.PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada derajat defisit motorik yang ditemukan sejak lahir, juga keterlibatan persarafaan kandung kemih, serta adanya anomali otot penyerta. Pada bayi dengan paralisis tungkai total dan kandungb kemih, prognosis buruk kendati pun dengan perawatan medis optimal. Sebagian besar meninggal pada awal masa kanak-kanak akibat komplikasi terapi hidrosefalus atau akibat gagal ginjal kronis.Sisanya dengan keterbatasan yang berat karena ketidakmampuan motorik dan 50 % dengan retardasi mental. Hidrosefalus lanjut pada saat lahir juga berprognosis buruk. Jika tidak dioperasi lebih dari 90 % penderita bayi meninggal pada tahun pertama.
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan diagnostik : kajian foto toraks, USG, pemindaian CT, MRI, amniosentesis.
2.Tes periode antenatal : fetoprotein alfa serum antara kehamilan 16 – 18 minggu, Usg fetus, amniosentesis jika hasil uji lainnya tidak meyakinkan.
3.Uji prabedah rutin : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, pembiakan dan sensitivitas, golongan dan pencocokan silang darah, pemeriksaan foto toraks.(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Pemeriksaan penunjang pada spina bifida dilakukan pada saat janin masih di dalam kandungan maupun setelah bayi lahir,
1.Pemeriksaan pada waktu janin masih di dalam kandungan
a.Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya.
b.Fetoprotein alfa serum, 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
c.Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
2.Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:a. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.b. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebrac. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. (http:// www.medicasatore.com)
I.PENATALAKSANAAN
1.Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh. Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan
a.Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b.Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c.Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)
2.Penatalaksanaan Keperawatan
a.Perawatan pra-bedah
•Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf yang terpapar menjadi kering.
•Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
•Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
•Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
b.Perawatan pasca bedah
•Perawatan pasca bedah neonatus umum
•Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
•Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga jahitan diangkat 10 – 12 hari setelah pembedahan.
•Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
•Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong
•Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai. (Rosa.M.Sacharin,1996).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
• Identitas/ Biodata
a) Identitas klien
b) Identitas Penanggung
• Riwayat Kesehatan Saat Ini
a) Keluhan utama
b) Riwayat keluhan utama
• Riwayat Kesehatan Masa Lalu
• Riwayat Kesehatan Keluarga
• Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
Aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
Gejala : dislokasi pinggul.
Sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin atau sianosis.
Eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
Nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
Neuromuskuler
Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan refleks asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah.
Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
Kenyamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi.
• Pengelompokan Data
Data Subyektif Data Obyektif
•Orang tua klien mengungkapkan rasa cemas
•Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam jumlah besar
•Orang tua klien mengungkapkan bahwa anak tidak dapat menggerakkan kakinya. •Enuresis
•Diurnal
•Nokturnal
•Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
•Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya
•Orang tua tampak gelisah
•Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah klien
•Analisa Data
NoSymptom Etiologi Problem
1DS :
•Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam jumlah besar
DO :
•Enuresis
•Diurnal
•Nokturnal Penonjolan dari korda spinalis dan akar saraf
Penurunan /gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
Ketidakmampuan mengontrol pola berkemih
Inkontinensia Urin Inkontinensia Urin
2 DS :
•Orang tua klien mengungkapkan rasa cemas
DO :
•Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
•Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya
•Orang tua tampak gelisah
Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
Orang tua cemas
Kurang terpajan informasi
Kurang Pengetahuan
Kurang Pengetahuan
3 DS :
•Orang tua klien mengungkapkan bahwa anak tidak dapat menggerakkan kakinya.
DO :
•Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah klien Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
Kelumpuhan/kelemahan pada ekstremitas bawah
Imobilisasi
Resiko Kerusakan Integritas Kulit Resiko Kerusakan Integritas Kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemih.
2.Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan informasi
3.Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
C.INTEVENSI
Diagnosa
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1.Inkontinensia urin dan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemih Inkontinensia urin dapat berkurang / teratasi dengan kriteria:
•Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/
tidak ada
•Klien berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normal
1.Kaji pola berkemih dan tingkat inkontinensia klien
2Berikan perawatan pada kulit klien yang basah karena urin (dilap dengan air hangat kemudian dilap kering)
3.Anjurkan ibu klien untuk sering memeriksa popok klien, jika basah segera diganti.
4.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat (misalnya: Antikolinergi) 1.Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.Perawatan yang baik dapat mencegah iritasi pada kulit klien.
3.Popok yang selalu basah dapat menimbulkan
iritasi dan lecet pada kulit.
4.Obat antikolinergik diperlukan untuk menghilangkan kontraksi kandung kemih tak terhambat
2.Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan informasi Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya,dengan kriteria:
•Orang tua klien tampak tenang
•Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya
1.Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit dan penanganan penyakit anaknya
2.Berikan kesempatan kepada orang tua klien untuk bertanya.
3.Jelaskan dengan baik kepada orang tua tentang proses penyakit dan prosedur penanganannya
4.Berikan dukungan positif kepada orang tua klien tua untuk menerima penyakit anaknya dan membantu proses perawatan. 1. Sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2.Memberikan jalan untuk mengekspresikan perasaannya dan mengetahui pemahaman orang tua klien tentang penyakit anaknya
3.Menigkatkan pemahaman orang tua klien tentang penyakitnya anaknya.
4.Dukungan yang positif dapat memberikan semangat kepada orang
3.Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria:
•Kulit tampak halus dan lembut
•Tidak ada iritasi/lecet, dekubitus
1. Kaji tingkat keterbatasan gerak (immobilisasi) klien
2. Rubah posisi klien setiap dua jam.
3. Jaga pakaian dan linen tetap kering.
4. Ajarkan pada orang tua klien untuk memassage daerah yang tertekan, gunakan lotion
1. Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan terjadinya dekubitus
3. Pakaian dan linen yang basah dapat mengiritasi kulit.4. Memperlancar peredaran darah, meningkatkan relaksasi dan mencegah iritasi
D.EVALUASI
1.Berkurangnya/ teratasinya inkontinensia urin
2.Orang tua klien memahami proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya
3.Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Markum A.H.2002Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC,.
Media Aesculapius.2000.. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Jakarta: MA,
Rendle, John Dkk. 2003. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara:
Jakarta
Sacharin, Rosa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin.
Jakarta: EGC.
Whaley’s and Wong. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4. Jakarta : EGC,
2003.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta:
EGC.
(http:// www.medicasatore.com)
(http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar